Selasa, 13 November 2012

Juara III



TUHAN, INI NEGERI GALAU

Oleh: Arif Nasrudin Hidayatullah
                                     
Galau, ini negeri galau
Bukan negeri dongeng
Bukan negeri khayalan
Tapi negeri galau

Tuhan, pemimpin negeri ini galau
Galau karena kacau balau
Hingga  rakyatnya pun menangis
Tersayat-sayat pisau hijau

Tuhan, rumput di negeri ini kering
Tanahnya tandus haus akan air
Berbeda dengan negeri seberang
Rumputnya hijau dan tanahnya subur

Hingga Aku teramat asing disini
Terlempar jauh dari keramaian
Terhanyut dalam kesendirian
Dan diam dalam kemunafikan

Tapi Tuhan, aku yakin negeri ini punya harapan
Bukan harapan  patamorgana
Bukan pula harapan kosong semata
Tapi harapan yang meyakinkan
Dan semoga engkau mengabulkan


















Senin, 12 November 2012

Juara II



Senandung Sang Perantau

Tapak demi tapak tak lagi berat
Kini semua jejak semakin ringan terangkat
Dalam rajut berjuta cerita
Semua dimulai dari langkah setapak
Milyaran harap terkumpul
Tanpa sekat pada ransel diatas pundak
Rangkaian mimpi terpilin rapi
Terhimpun dalam nohtanohta silam

Semburat karpet merah terhampar disebuah gerbang
Ranah jawara yang tersohor ini, bersiap menyambut
Kepada Sang perantau yang hendak beradu raga juga nasib
Untuk memenuhi kantongkantong keilmuan diri

Hilangkan keresahan hati...
Sirnakan kelelahan pribadi...
Sebab semesta teramat berbaik hati kepada si pemilik jejak
Karena semesta menyediakan segala untuk para penapak sejati
           
Ketika senja hampir luntur diujung negri asing
Sebersit rindu hadir penuhi pilu
Sakit, luka, haru, dan semua menguatkan
            Dan berikutnya...
            Kerinduan pada aroma senja semakin menyengat
            Teruntuk negri kelahiran sendiri
            Tetapi, aroma mimpi semakin nyata dekatnya
Biar dan teruskan saja...
Naluri petualangan pada lembah rantau ini
Sebab mimpi mesti menjadi pasti....

Ranah rantau,2012
(Magentha Az-Zahra)

Juara I



DI MANA CINTA ??
Oleh : Eni Nur’aeni
Aku dengar jeritan mereka
Aku Lihat tangisannya
Jeritan haus dalam kelelahan
Tangisan lapar demi kehidupan

Harga diri kian terampas kemudian terhempas
Lalu kalah dan merasa kalah
Haus, lapar dan penderitaan
Menjadi alasan untuk melakukan kejahatan

Sehelai kain merajut di tubuh
Gumpalan daun menyelimuti rasa takut
Potongan bambu menyangga atap dari maut
Perlukah mereka untuk tersenyum

Sebuah duka yang tak kunjung reda
Menjadikan kemiskinan sebuah nisan lara
Dan pasir kepedihan berhambur menerpa semua
Menjadikan kitalah saksi untuk bertanya-tanya

Apakah nurani kita telah buta
Tak inginkah kita melihat senyum di wajah mereka
Tidakkah kita menitihkan air mata
Ataukah kita terus bersembunyi dan berpura-pura

Aku hanya ingin berkata
"DI MANA CINTA..."

Kamis, 08 November 2012